NUSANTARAKITA.ID – Abu Al Whalid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau yang biasa dikenal dengan Ibnu Rusyd adalah seorang ulama dan pemikir islam dari Kardoba Al-Andalus (Spanyol) yang kemudian berpengaruh besar di daerah barat Eropa dengan sebutan Averrous (Averroisme).
Ibnu Rusyd lahir di Kardoba Al-Andalus (1126 M./ 520 H) pada masa kekhalifahan Murabithun (sekarang Spanyol). Ibnu Rusyd dilahirkan dikalangan keluarga yang terpandang karena keilmuannya yang mendalam tentang masalah hukum dan agama didaerahnya, tidak sedikit dari keluarganya yang manjadi hakim-hakim di kota tersebut.
Kakeknya yang bernama Al-Walid Muhammad (wafat 1126) adalah seorang Qadhi Al-Qudhat (hakim kepala) di kotanya, dan juga merupakan imam besar di masjid Agung Kardoba.
Ayah Ibnu Rusyd yaitu Abu Al-Whalid Ahmad juga menjabat sebagai qadhi pada masa kekhalifahan Murabithun hingga kemudian Kardoba jatuh ke tangan kekhalifahan Muwahidhun.
Di kutip dari biografi-biografi klasik, Ibnu Rusyd dalam masa penuntutan keilmuan bisa di bilang mendapatkan pendidikan yang istimewa, beliau berguru kepada ulama-ulama besar atau masyhur pada masa itu. Ilmu yang beliau pelajari tidak tanggung-tanggung, dari mulai penuntutan ilmu hadist dan fiqh (hukum islam), kedokteran dan akidah (teologi islam), dan juga ilmu pengetahuan tentang astronomi, fisika, linguistik, dan yang paling membuat Ibnu Rusyd dikenal kemudian yaitu dengan ilmu filsafatnya.
Ibnu rusyd dalam ilmu fiqh berguru kepada Al-Hafiz Abu Muhammad Ibn Rizq yang bermazhab Maliki dan guru hadisnya adalah Ibnu Basykuwal, yang merupakan murid dari kakeknya. Ia juga belajar fiqh dari ayahnya, yang mengajarkannya kitab Muwatta karya Imam Malik, kitab karangan Imam Malik yang paling populer, yang kemudian dihafalkan oleh Ibnu Rusyd.
Guru kedokterannya adalah Abu Jafar Jarim at-Tajail, Ibnu Rusyd berguru kepada Ibnu Bajjah, yang dikenal dengan sebutan avimpace salah satu filosof besar di eropa sebelum Ibnu Rusyd.
Pada masa kekhalifahan Muwahidun, Ibnu Rusyd memiliki hubungan baik dengan keluarga istana kerajaan islam apalagi dengan amir ketiga yaitu Abu Yaqub Yusuf Al-Mansyur. Pada tahun 1169 Ibnu Rusyd bertemu dengan Al-Mansyur, beliau adalah salah satu orang yang terkesan dengan keilmuan Ibnu Rusyd, banyak dari karya-karya Ibnu Rusyd merupakan hasil tugas yang diperintahkan oleh Khalifah Al-Mansyur.
Dengan hubungan yang erat dan kepercayaan tersebut, akhirnya Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla pada tahun 1169. Dua tahun kemudian, beliau dilantik menjadi hakim di Cordoba, kemudian dilantik sebagai dokter istana (tahun 1182), bahkan setelah kewafatannya Al-Mansyur (1184), beliau Ibnu Rusyd masih berhubungan baik dengan keluarga istana kerajaan.
Ibnu Rusyd juga termasuk ulama pemikir atau filsuf yang menjunjung tinggi ajaran filsafatnya Aristoteles (aristotelianisme). Banyak karya-karya Ibnu Rusyd yang menafsiri atau meringkasi teori filsafatnya Aristoteles.
Ibnu Rusyd berusaha untuk mengembalikan ajaran filsafat dunia islam ke ajaran filsafatnya Aristoteles yang asli. Ibnu Rusyd juga mengkritik ulama-ulama atau pemikir-pemikir sebelumnya yang ajaran filsafatnya bermazhab plato (neoplatonisme) seperti Imam Al-Farabi, Ibnu Sina, yang beliau anggap menyimpang dari ajaran filsafatnya Aristoteles.
Ibnu Rusyd berpendapat bahwa dalam agama Islam berfilsafat hukumnya boleh, bahkan bisa jadi wajib untuk kalangan tertentu. Ia juga berpendapat bahwa kalimat Quran dan Hadist dapat di interpretasikan secara tersirat atau kiasan, jika kalimat tersebut terlihat bertentangan dengan kesimpulan yang ditemukan melalui akal dan filsafat.
Namun sayangnya, pada tahun 1195 Ibnu Rusyd mendapatkan tuduhan dari ulama-ulama lain kala itu bahwa ajaran filsafatnya telah menyimpang dari ajaran filsafat islam yang sebenarnya, bahkan ada juga ulama-ulama yang menghukumi beliau dengan sebutan “kafir”.
Karna hal itu kemudian Ibnu Rusyd di asingkan oleh pemerintah ke sebuah daerah yang bernama Lucena. Setelah ibnu rusyd berada di tempat pengasingan, tak lama kemudian ada ulama-ulama yang sepemikiran terhadap Ibnu Rusyd membujuk pemerintahan saat itu bahwa Ibnu Rusyd bersih dari tuduhan atau fitnahan seperti itu.
Akhirnya berkat pertolongan dari ulama-ulama yang sepemikiran terhadap Ibnu Rusyd berhasil meyakinkan pemerintahan, Ibnu Rusyd di panggil untuk kembali lagi ke kota asal dan di bebaskan. Akan tetapi tak lama setelahnya, tuduhan seperti itu terulang kembali dan akibatnya Ibnu Rusyd diasingkan kembali ke negeri Maghribi (Marocco).
di negeri itulah akhirnya Ibnu Rusyd menetapkan hatinya untuk menghabiskan sisa umurnya hingga suatu ketika pada tanggal 19 Shafar 595 H / 10 Desember 1198 M, ajal menjemput beliau.
Beliu wafat dengan meninggalkan berbagai macam-macam ilmu yang beliau pelajari semasa penempuhannya. Ibnu Rusyd mewariskan ilmu-ilmu yang dikenal di daerah bagian barat dan timur, kewafatannya menjadi kehilangan yang cukup besar dan berat bagi kerajaan dan umat-umat islam di Spanyol.
Ibnu Rusyd tidak meninggalkan harta benda sedikitpun, tapi hanyalah sebuah karangan hasil tangan beliau tentang berbagai ilmu, Seperti filsafat, Kedokteran, Falak, Fiqh, Muzik, Kaji Bintang, Tata Bahasa, dan Nahwu.
Semasa hidupnya, Ibnu Rusyd dikenal dengan seorang ulama yang rendah hati, dermawan, dan juga zuhud. Ibnu Rusyd tidak tertarik dengan dunia apalagi bergelimpangan harta. Ibnu Rusyd hanya dihiasi dengan ilmu pengetahuan yang membuatnya dikenal banyak kerajaan, namun meskipun begitu beliau juga mempunyai sifat hati pemurah meskipun kepada orang-orang yang membencinya.
Kehidupannya sebagian besar digunakan untuk menjalani tugas sebagai hakim dan dokter, tapi di barat ia dikenal sebagai filosof yang banyak mengkaji dan menafsirkan pemikiran-pemikiran dari Aristoteles.
Ibn Rusyd adalah seorang ulama’ yang jenius yang banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang diantaranya: hukum Islam, filsafat, ilmu kedokteran, kalam, bahasa, fisika, dan astronomi. Tapi karangannya yang paling populer adalah kitab tahafut at-tahafut (kerancuan dalam kerancuan) yang menengahi dialektika antara pemikiran Aristoteles dan Imam Abu Hamid Al-Ghazali. Menurut Ibrahim Madkur, Ibn Rusyd adalah filosof muslim besar periode terakhir dalam dunia filsafat Islam.
Teori filsafat
Membahas terkait relasi wahyu dengan rasio yang sudah menjadi problematik sejarah filsafat dunia islam sejak dahulu, pertentangan-pertentangan yang di hasilkan oleh pembahasan relasi wahyu dengan rasio sungguh masih menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan hingga hari ini.
Seperti vonis kufur yang di lontarkan terhadap para filsuf yang lebih terduhulu seperti Imam Al Farabi dan Imam Ibnu Sina serta oleh Imam Al-Ghazali, hingga konsekuensi pengasingan yang di alami oleh Ibnu Rusyd merupakan bahwa pembahasan ini tidak bisa di anggap remeh.
Pada awalnya Imam Al Ghazali memberikan sebuah kritik kepada para sekelompok masyarakat yang begitu mengangumi filsafat Yunani kuno, seperti filsuf Plato, Socrates, Aristoteles dan lain-lain. Membuat mereka terpesona mempelajari filfasat dari Yunani kuno ketimbang mempelejari ajaran agama islam itu sendiri sebelum mereka ketahui betul pemikiran dari para filsuf tersebut, yang kemudian Ibnu Rusyd abadikan dalam karangan beliau yang bernama kitab tuhfatul falasifah.
Namun yang perlu kita perhatikan adalah bahwa dengan ini bukan berarti Imam Al Ghazali melarang untuk mempelajari ilmu filsafat, selama ilmu filsafat itu tidak bertentangan dengan akidah maka hukumnya boleh mempelajari ilmu filsafat.
Dalam kitabnya (tuhfatul falasifah) Ibnu Rusyd membahas 20 permasalahan filosofis, tiga di antaranya bisa membuat kekufuran yaitu pertama, bahwa alam (segala sesuatu yang tuhan ciptakan) tidak bermula, kedua, tuhan mengetahui partikularisme dengan cara yang universal, ketiga tidak ada kehidupan lain selain kehidupan dunia.
Dari 20 permasalahan yang menjadi hal penting dalam karangan kitab Tuhfatul Falasifah hanya satu problematik yang memenuhi seperlima isi dari kitabnya, adalah “alam tidak mempunyai awal”.
Sebagian filosof menganggap bahwa alam ada ketika tuhan itu ada, tuhan ada maka alam ada, hal mustahil mengatakan bahwa alam diciptakan oleh tuhan karena hal ini membutuhkan sebuah alasan yang menyebabkan perubahan ketiadaan menjadi ada dan menimbulkan sebuah pertenyaan besar “mengapa tuhan tidak menciptakan alam tidak dari dulu, atau apa kehendak tuhan sebelum terciptanya alam”, maka dari itu menurut sebagian filsuf hal ini mustahil terjadi karna perubahan tidak mungkin terjadi pada dzat yang maha kuasa.
Namun berbeda halnya dengan argument Imam Al Ghazali, mam Al-Ghazalmenganggap bukan hal yang mustahil bagi akal untuk berfikir “tuhan ada, dan tidak ada apapun bersamanya”, dan bukanlah hal yang mustahil bagi Tuhan menciptakan alam dari ketiadaan.
Jika timbul pertanyaan “apa penyebab dari tuhan menciptakan alam dari semula tiada menjadi ada, dan apakah kehendak tuhan bisa mengalami perubahan”, Imam Al Ghazali menjawab “disinilah letak inti permasalahannya”, kehendak Tuhan tidak bisa dicapai oleh akal manusia tidak pula bisa dianalogikan dengan akal manusia.
Makna kehendak Tuhan (Iradah) adalah memilih bukan perubahan, tuhan bisa memilih menciptakan alam “saat itu” atau memilih “sebelum itu”, bukan perubahan kehendak dari yang awal nya “tidak mau menciptakan alam” berubah menjadi “ingin menciptakan alam”, karena ketika dikatakan bahwa tuhan mengalami perubahan pada kehendaknya artinya tuhan sama dengan makhluk-Nya, itulah makna kehendak (Iradah) Allah SWT.
Kemudian setelah sembilan puluh tahun berlalu sejak Imam Al-Ghazali mengarang kitab tahafutul falasifah, tepatnya pada tahun 1185 Ibnu Rusyd, sang komentator Aristotelianisme menerbitkan sebuah kitab yang berjudul tahafut tahafut yang mengkritik pendapat dari imam Al-Ghazali tentang ke azalian alam, namun tidak hanya Imam Al Ghazali saja yang dikritiki tapi juga sebagian besar ulama filsuf islam yang terdahulu seperti Imam Ibnu Sina, Imam Al Farabi. Karna menurut Ibnu Rusyd mereka bertentangan dengan ajaran filsafatnya Aristoteles, tapi, tetap kritikan dalam kitab tersebut beliau ajukan utama kepada Imam Al Ghazali.
Menurut Ibnu Rusyd alam itu tidak bermula, alam adalah Azali (Qadim) dan tidak bermula pada waktu, karena Tuhan tidak mungkin mengalami perubahan pada kehendaknya sendiri yang abadi, dengan penciptaan alam yang awalnya tidak ada menjadi ada menunjukkan bahwa Tuhan mengalami perubahan pada kehendaknya.
Itulah yang menjadi titik kekeliruan Imam Al Ghazali yang berpendapat alam diciptakan oleh tuhan, yang artinya bagi Ibnu Rusyd tuhan mengalami perubahan pada kehendaknya. Selain itu penciptaan dari ketiadaan tidak memiliki dasar utama dalam al-qur’an dan tuduhan kekufuran terhadap para filsuf tudingan Imam Al Ghazali tidak memiliki basis dalam agama.
**) Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari Nusantarakita.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp “Nusantarakita,id“, dengan cara klik kemudian ikuti.





