Opini

Betulkah Seorang Aktivis Hari Ini Kehilangan Moral Akademisnya? (Ruang lingkup Kampus Universitas Al-Qolam)

×

Betulkah Seorang Aktivis Hari Ini Kehilangan Moral Akademisnya? (Ruang lingkup Kampus Universitas Al-Qolam)

Sebarkan artikel ini
Aktivis

NUSANTARAKITA.ID – Di dunia kampus, siapapun akan mendengar kata “seorang aktivis”. Namun, sebelum menjelajahi maksud “aktivis”, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu tipologi mahasiswa. Tipologi mahasiswa atau tipe-tipe mahasiswa itu terdiri dari; mahasiswa kupu-kupu, mahasiswa kura-kura, mahasiswa aktivis, dan mahasiswa apatis.

Mahasiswa aktivis sering diartikan yang sering terlibat dalam gerakan kemahasiswaan seperti demonstrasi atau kampanye membawa misi kesejahteraan masyarakat, serta aktif dalam diskusi-diskusi dan berpartisapasi dalam kegiatan sosial. Sehingga hal ini menjadi awal pandangan masyarakat umum kalau aktivis jarang lulus tepat waktu.

Scroll Kebawah Untuk Lanjut Membaca

Adanya persepsi umum yang menyatakan bahwa mahasiswa aktivis sering kali mengabaikan studi akademis mereka. Persepsi ini tidak hanya mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap mahasiswa aktivis, tetapi juga bisa berdampak pada kebijakan dan dukungan yang diberikan kepada mereka. Dengan memahami dan menilai secara objektif hubungan antara keterlibatan dalam aktivitas kemahasiswaan dan pencapaian akademis.

Baca Juga :  Pembagian Pupuk Organik Padat (POP) Dari Limbah Kotoran Sapi dan Kambing kepada Warga Gondang oleh Mahasiswa Kelompok 25 KSM-T UNISMA

Biasanya, seorang aktivis ini tergabung dalam organisasi mahasiswa ekstra kampus (OMEK), seperti PMII, HMI, dan GMNI. Mengingat di lingkungan kampus Universitas Al-Qolam hanya terdapat tiga organisasi tersebut. Perhari ini, apakah betul seorang yang aktif di organisasi atau aktivis, kehilangan moralitas akademisnya? Atau aktivis hari ini sama saja dengan sejarah aktivis terdahulu jarang lulus tepat waktu, atau tidak begitu peduli dengan perkuliahannya.

Merujuk aturan organisasi PMII sendiri, bahwa syarat wajib menjadi seorang ketua ketika mencalonkan diri, harus memiliki nilai akademik non eksakta 3,00 dan 2,75 eksakta. Jika tidak memenuhi maka gugur sebagai calon dan tidak dapat dipilih. Hal ini menunjukkan bahwa, spirit kaderisasi yang dibawa oleh PMII hari ini tidak menghilangkan moralitas akademisnya seorang aktivis.

Baca Juga :  DEMA Universitas Alqolam Malang Gelar Seminar Kepemudaan dan Explore Kerja HMPS Bersama DISPORA

Aturan ini juga mencerminkan komitmen PMII terhadap standar akademis yang tinggi, menunjukkan bahwa moralitas akademis tetap diperhatikan dalam kaderisasi aktivis saat ini.

Secara keseluruhan, meskipun terdapat anggapan bahwa aktivis sering kali kurang fokus pada akademik, bukti dari aturan internal organisasi seperti PMII menunjukkan bahwa moralitas akademis masih menjadi bagian penting dari aktivitas kemahasiswaan. Oleh karena itu, tidak benar jika dikatakan bahwa aktivis saat ini kehilangan moralitas akademisnya.

Baca Juga :  Tonggak Baru Pergerakan : PC PMII Kabupaten Malang Sukses Gelar Pelantikan Pengurus Baru Periode 2024-2025

*) Oleh : Zainurrahman PMII Komisariat Universitas Al-Qolam Malang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi nusantarakita.id

*) Rubrik Nusantara terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke no whatsapp : 0877-3118-4618

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Nusantarakita.id

**) Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari Nusantarakita.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp “Nusantarakita,id“, dengan cara klik  kemudian ikuti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini

Penanganan kasus kuota haji oleh KPK menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas lembaga antirasuah. Apakah KPK masih menjunjung asas praduga tak bersalah atau telah terjebak dalam drama politik yang merusak kredibilitas penegakan hukum di Indonesia?