Opini

FILOSOFI SEBUAH TULISAN

×

FILOSOFI SEBUAH TULISAN

Sebarkan artikel ini

NUSANTARAKITA.ID – FILOSOFI SEBUAH TULISAN

“Menulis” sesuatu yang sangat mudah dikatakan dengan lisan. Akan tetapi sangat sulit dikerjakan.

Scroll Kebawah Untuk Lanjut Membaca

Terkadang sangat mudah bagi mereka yang sangat terbiasa menulis seperti pendiri bangsa Indonesia Moh Hatta, Tan Malaka, H. Agoes Salim dan KH Hasyim Asya’ari.

Dalam menulis, modal awal yang dibutuhkan adalah terbiasa menulis. Entah menulis masalah agama,budaya dan biografi tokoh.

Dunia menulis tidak membutuhkan intelektual yang sangat tinggi. Tapi, intelektual yang cukup dan sederhana.

Banyak orang yang mempunyai ilmu tinggi, tetapi beliau lemah dalam menuangkan gagasannya dalam teks, karena tidak terbiasa menulis. Banyak sekali orang yang pemikiranya biasa tetapi dia lihai dalam menulis.

Dengan seseorang bisa menulis, ilmu yang ada dalam fikiran kita dapat menjadi sebuah kenyataan yang abadi dalam dunia nyata. Buah dari tulisan yang kita tulis dapat memberikan manfaat bagi orang yang menulis dan orang yang membaca.

Dengan menulis ilmu yang kita dapat bisa menjadi nyata. Sebagian orang banyak yang bertanya Mengapa harus menulis? Karena dengan menulis sesuatu yang asalnya tidak ada bisa menjadi ada.

Dengan skil menulis dapat memberi kabar bagi kita yang tidak tahu bisa menjadi tahu.

Baca Juga :  Sejarah Singkat Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)

Apakah pernah kita refleksi? Seandainya tidak ada tulisan, tentu yang terjadi kita akan hidup dalam dunia yang tidak menentu.

Hal itu terjadi karena kekurangan pengetahuan dan wawasan yang sangat luas. Kalau generasi depan tidak mau memulai menulis dia akan kehilangan rekam jejak dan sejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita hidup tidak di zaman Rasulullah SAW, yang selalu mendapat secercah cahaya apabila memandang nabi Muhammad dan mendengarkan tutur kata beliau.

Setiap Rasulullah bersabda maka para sahabat yang mendengarnya akan selalu di ingat di memori para sahabat dengan baik.

Meskipun para sahabat nabi Muhammad SAW mempunyai hafalan yang sangat kuat, mereka tidak melepaskan diri dari apa yang disebut menulis.

Para sahabat pada waktu ketika mendengar sabda Rasulullah banyak yang menulis di pelapah kurma yang terpencar-pencar di tangan sahabat. Kemudian tulisan ini disempurnakan dimasa Khalifah Usman ibn Affan. Maka yang terjadi pada waktu itu terbentuklah Mushaf Ustmani yang dikomandoi oleh Zaid ibn Tsabit.

Yang paling menonjol dalam dunia tulis menulis dimasa kerajaan islam adalah Bani Abbasiyyah (Baghdad) dan Bani Umayyah ( Spanyol).

Kedua kerajaan ini mengeluarkan pengetahuan yang menyinari dunia lewat dunia tulis menulis. Bahkan dimasa ke emasan tersebut tidak hanya menyinari dunia agama akan tetapi dunia pengetahuan yang berkembang pada masa itu.

Baca Juga :  Poligami, Solusi atau Problem?

Seperti Ibnu Shina ( ahli dokter), Abu Bakar ar-Rozi ( penemu penyakit cacar), Ibnu Nafs (ahli Biologi), Imam Al-Ghazali ( ahli Filsafat), Ibnu Malik ( ahli sastra arab) dan seterusnya.

Kalau orang Yunani mempunyai Plato, umat islam mempunyai Al-Ghazali. Kalau orang Barat mempunyai Karl Max, umat islam memiliki Ibnu Sina yang bisa membuat karya ilmiah kitab kuning yang berjudul al-Qonun Fittib sekaligus beliau lah yang lebih layak dijuluki bapak kedokteran.

Saya selaku penulis perlu menampilkan gagasan keberhasilan masa keemasan Kerajaan Islam. Karena saya selaku penulis ingin umat islam hari ini bisa melihat sejarah kejayaan umat islam masa lalu.

Supaya kita selaku umat islam hari ini, bisa memiliki semangat perjuangan dalam dunia menulis. Walaupun kita selaku umat islam hari ini tidak bisa meniru umat islam terdahulu, paling tidak kita bisa meniru sebagian dari perjuangan pendahulu kita.

Kita selaku umat islam hari perlu kita sadar bahwa, di era Globalisasi orang yang tidak mempunyai keahlian bisa nestapa dalam kehidupan hari ini. Lebih lagi Intelektual Islam yang tidak mempunyai keahlian dalam gelar akademisi. Solusi yang baik hari ini bagi seseorang yang ingin diakui gagasanya secara akademis adalah menulis.

Baca Juga :  Memperingati Perjalanan Gemilang Gerakan Pemuda Ansor

Imam al-Ghazali pernah berkata, “ Kalau Engkau bukan anak raja, bukan pula anak ulama besar, maka jadilah penulis.”

Hikmah yang perlu kita ambil dari kata-kat mutiara Imam Al-Ghazali adalah kita perlu meningkatkan keilmuan kita dan mengabadikan gagasan kita dengan menulis. Karena dengan menulis gagasan kita bisa dikomsumsi oleh khalayak umum.

****

*) Oleh : Zairul Asyiqin, S.Pd., Seketaris 3 PC PMII Kab Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi nusantarakita.id

*) Rubrik Nusantara terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke no whatsapp : 0877-3118-4618

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Nusantarakita.id

**) Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari Nusantarakita.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp “Nusantarakita,id“, dengan cara klik  kemudian ikuti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini

Penanganan kasus kuota haji oleh KPK menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas lembaga antirasuah. Apakah KPK masih menjunjung asas praduga tak bersalah atau telah terjebak dalam drama politik yang merusak kredibilitas penegakan hukum di Indonesia?